AMBIGUITAS PERAN ACCOUNT REPRESENTATIVE
![]() |
Salah satu dari perubahan reformasi biokrasi dalam perpajakan yang merupakan perwujudan dari modernsasi perpajakan atau yang lebih dikenal dengan istilah Sistem Administrasi Perpajakan Modern adalah dibentuknya Account Representative (AR). Sesuai dengan KEP-178/PJ/2004 tentang Cetak Biru (Blue Print) Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2010 yang menjelaskan tentang bagaimana penyususnan strategi dan sasaran yang ingin dicapai dari tahun 2001 hingga tahun 2010 untuk dapat memodernisasi sistem perpajakan nasional, maka sebagai penunjang Keputusan tersebut dibentuklah Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern pada tahun 2006. Menururt KMK No. 98/KMK.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang Telah Mengimplementasikan Organisasi Modern, pasal 1 ayat 2 berbunyi, yang dimaksud Account Representative adalah pegawai yang diangkat pada setiap Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan Organisasi Modern. Dalam pasal 2 ayat 1 dijelaskan, AR mempunyai tugas; melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dari penjelasan fungsi tersebut, yang perlu digarisbawahi pertama adalah kata “Pengawasan” dan kedua adalah kata “Konsultasi” yang dikerjakan oleh satu orang yang sama.
Konsultasi memberikan arti bahwa AR adalah pegawai DJP yang ditugaskan menjadi konsultan internal DJP untuk Wajib Pajak, dengan kata lain AR adalah mitra (kawan) bagi Wajib Pajak dalam hal memberikan bimbingan (assistence) berupa informasi (information) ataupun pengetahuan (education) perpajakan. Konsultasi disini dapat berupa penjelasan tentang perhitungan pajak yang benar dan bagaimana perlakuan perpajakan terhadap pencatatan akuntansi keuangan atau apapun yang inti dari kesemua itu adalah memberikan pengarahan kepada Wajib Pajak tentang bagaimana Wajib Pajak dapat mengerti akan timbulnya pajak terutang sesuai dengan peraturan perpajakan. Sedangkan pengawasan memberikan arti bahwa AR adalah pegawai DJP yang ditugaskan menjadi pengawas (lawan) Wajib Pajak atas kepatuhan kewajiban perpajakannya. Pengawasan disini dapat berupa mengawasi bagaimana utang pajak dari wajib pajak apakah wajar, mencari potensi pajak yang belum tergarap dari wajib pajak, mengawasi apakah wajib pajak telah membayar pajaknya sesuai dengan pajak yang seharusnya dibayar, mengawasi apakah wajib pajak mendapatkan sangsi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajaknya dan sebagainya yang inti kesemua itu adalah bagaimana mengawasi kepatuhan dan kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut hemat penulis hakikatnya fungsi Pengawasan dan Konsultasi terhadap Wajib Pajak mempunyai peran yang saling bertolakbelakang (kontradiktif). Menurut Wahju Karya Plt. Direktur Penyuluhan dan Humas DJP, seringkali petugas AR kehilangan orientasi. Ketika AR sedang melakukan konsultasi dengan Wajib Pajak, tapi sifatnya malah mengawasi, begitu pula sebaliknya. Sehingga seringkali timbul conflict of interest pada AR terhadap Wajib Pajaknya. Disatu sisi, AR harus memberikan pelayanan prima dengan menjadi sahabat Wajib Pajak dalam menjalankan peran konsultasi, tetapi disisi lain AR harus bersifat tegas kepada Wajib Pajaknya dalam menjalankan peran pengawasan supaya Wajib Pajak tersebut patuh untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dan kedua peran ini dapat dilakukan oleh AR kepada Wajib Pajak yang sama dengan waktu yang berbeda bahkan dalam waktu bersamaan karena adanya dualisme peran tersebut. Dengan menjalankan dua peran yang kontradiktif dalam waktu yang bersamaan, maka kedua peran tersebut dirasa tidak akan berjalan efektif.
Dalam penggabungan peran AR yang kontradiktif, yang paling mengkhwatirkan adalah jika Wajib Pajak berniat melakukan penghindaran pajak ataupun seorang AR yang bisa memanfaatkan perannya untuk memeras Wajib Pajak. Umumnya peran konsultan adalah memberikan pengarahan kepada subjek yang berkonsultasi, arahan tersebut mempunyai dua arah yakni postif dan negatif, semua tergantung keinginan dan kebutuhan subjek yang berkonsultasi. Begitupun dengan konsultan pajak (internal DJP, re: AR). Arahan positif misalnya mengarahkan pembetulan penghitungan pajak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sebaliknya arahan negatif yakni menjerumuskan untuk melakukan kecurangan dengan berbagai cara misalnya memalsukan laporan keuangan perusahaan, faktur fiktif, dan sebagainya yang dalam kesemua itu terdapat “kong kali kong” antara wajib pajak dengan AR supaya timbulnya utang pajak menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Jika arahan ini ditujukan untuk melakukan kecurangan (arahan negatif) melalui tax evasion ataupun tax avoidance, maka satu-satunya jalan untuk mencegah itu semua ada pada unit yang memegang fungsi pengawasan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan. Lalu bagaimana jika yang memegang fungsi pengawasan tersebut adalah orang yang sama? Tentu jawabannya adalah fungsi pengawasan tidak akan berjalan optimal dalam kasus seperti itu. Begitu pula dengan kasus pemerasan. Pemerasan biasanya dilakukan ketika Wajib Pajak (Badan) melakukan kesalahan pelaporan keuangan yang menyebabkan timbulnya lebih bayar atau seorang AR yang menawarkan diri untuk dapat mengurangi jumlah pajak terutang dengan imbalan tertentu, misalnya saja pada kasus Dhana Widyatmika (Tempo: 2012).
Namun kita patut bersyukur setelah 8 tahun AR dengan fungsi super power-nya, kini semua akan dikaji kembali setelah dikeluarkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-13/PJ/2014 tentang Penunjukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam Rangka Uji Coba Penataan Tugas dan Fungsi Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Dengan menimbang untuk meningkatkan kinerja AR maka akan dilaksanakan pemisahan tugas dan fungsi AR pada beberapa Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagai uji coba (pilot project). Pemisahan tugas dan fungsi AR tersebut berupa pemisahan Account Representative yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pemberian konsultasi dan penyelesaian permohonan pelayanan Wajib Pajak (AR Pelayanan Konsultasi) dan Account Representative yang menyelenggarakan tugas dan fungsi pengawasan dan penggalian potensi Wajib Pajak pada masing-masing Seksi Pengawasan dan Konsultasi (AR Pengawasan). Keputusan Dirjen Pajak ini dilaksanakan mulai tanggal 17 Februari 2014 sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 dan diuji cobakan pada 10 KPP Pratama yang tersebar di seluruh Indonesia. Kemudian akan dievaluasi dan akan diterapkan diseluruh Kantor Pelayan Pajak pada tahun 2015. Semoga dengan terpisahnya peran AR ini memberikan angin segar bagi reformasi perpajakan di Indonesia seperti visi DJP, yakni “Menjadi Institusi Pemerintah Penghimpun Pajak Negara yang Terbaik di Wilayah Asia Tenggara”.
PENUTUP
Maksud penulis membahas tema ini adalah semata-mata hanya untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya untuk penulis akan pentingnya peran AR tanpa bermaksud untuk menjelek-jelekan apalagi menjatuhkan AR. Karena AR yang ditemui penulis dilapangan pun sejauh ini adalah orang baik (bersih) dan belum terduga melakukan praktik korupsi (subjektifitas penulis). AR-AR yang telah tersangkut korupsi hanyalah oknum dan hanya segelintir orang saja dari puluhan ribu AR yang ada, dengan bukti telah terkumpulnya ribuan triliun rupiah dari pajak setiap tahunnya. Jika semua AR adalah oknum, maka penulis berkeyakinan pajak yang terkumpul setiap tahun tidaklah sebanyak itu jumlahnya. Semoga dengan peran AR yang baru dapat meningkatkan penerimaan pajak karena kini pengawasan akan lebih tefokus dari AR pengawasan begitupun dengan pelayanan prima berupa konsultasi gratis akan diberikan oleh AR Pelayanan. Dan yang lebih utama semoga dengan tidak adanya lagi ambiguitas peran AR dapat meminimalisir praktik KKN, sehingga dikemudian hari tidak lagi ditemukan AR-AR yang tersangkut kasus korupsi. Jangan sampai karena nila setitik rusak sebelangga, jangan sampai karena segilintir oknum AR sehingga merusak citra AR.
*catatan: jika terdapat informasi yang dirasa kurang tepat karena kelalaian ataupun ketidaktahuan penulis, penulis siap untuk mengkoreksi jika dirasa sumber yang diberikan kepada penulis adalah valid.
Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Oleh: Muhammad Irfan Maulana
Daftar Pustaka:
KMK No. 98/KMK.01/2006 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang Telah Mengimplementasikan Organisasi Modern
http://finansial.bisnis.com/read/20140710/10/242297/ditjen-pajak-hindari-kerancuan-tupoksi-account-representative-akan-dipisah diakses pada 10 Januari 2015
KEP-13/PJ/2014 tentang Penunjukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam Rangka Uji Coba Penataan Tugas dan Fungsi Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/10/063422566/p-Dhana-Dituding-Memeras-Wajib-Pajak diakses pada 18 Januari 2015
http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi diakses pada 18 Januari 2015
KEP - 178/PJ/2004 tentang Cetak Biru (Blue Print) Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2001 Sampai Dengan Tahun 2010
gaya bet lu cong
BalasHapusjadi kamu ga bales chat aku selama ini karena nulis?
BalasHapus